Desa Teguhan merupakan salah satu desa di Kecamatan Paron Kabupaten Ngawi yang terdiri dari 4 (Empat) Rukun Warga (RW) dan 41 Rukun Tetangga (RT). Dari kisah-kisah yang diceritakan sesepuh Desa, menunjukkan bahwa Desa Teguhan yang terdiri dari Dusun Teguhan, Dusun Sulursewu, Dusun Tempel, dan Dusun Kerten merupakan daerah yang memiliki legenda atas dasar kejadian penamaannya.
Legenda atau dongeng nama-nama desa di wilayah Desa Teguhan dimulai dari perjalanan seorang putri dari Kartasura yang bernama Sukawati dengan panembahan Jimbun. Cinta putri Sukawati dan panembahan Jimbun ternyata tidak direstui oleh Ramandanya menyebabkan keduanya keluar dari Kartasura menuju ke arah Matahari terbit (ke arah timur).
Versi lain Putri Sukawati adalah Putri dari Raden Adipati Kertanegara yaitu Bupati Ngawi yang ke-3 yang memimpin tahun 1834 s.d. 1837 yang sekarang dimakamkan di Sine, sedangkan Panembahan Jimbun berasal dari Kartasura. Versi tersebut juga menceritakan bahwa Putri Sukawati melakukan perjalanan karena dikejar-kejar panembahan Jimbun yang sedang jatuh cinta kepadanya.
Perjalanan sepasang kekasih tersebut melalui Manggis, Dung Waru, Dung Merak, kemudian berhenti ketika kuda yang mereka tunggangi tiba-tiba berhenti dan berputar-putar (nyirig-nyirig-jawa) kemudian mereka berhenti. Dalam peristirahatan sang putri berkata apabila ada perkembangan jaman tempat tersebut diberi nama ”Teguhan” kemudian mereka melanjutkan perjalanan dengan kuda dituntun panembahan Jimbun.
Kecantikan dan ketampanan sepasang kekasih tersebut mendapat perhatian banyak orang disepanjang perjalanan. Orang-orang yang mendengar kabar kedatangan sepasang kekasih menunggu ingin melihat dari dekat, dari jauh sudah nampak terlihat kecil semakin lama semakin dekat dan kelihatan jelas dan orang yang melihat kedatangan sepasang kekasih itu bilang ”wis ketok melok-melok”. Sang putri yang mendengar kata-kata itu berkata tempat ini diberi nama ”Melok”.
Keduanya terus ke timur dan sampailah di depan penjual minuman. Karena kehausan sang putripun minta minum dan saat minum sang putri berkata ”klegen” (terlalu manis). Ternyata air yang diminum putri tersebut terbuat dari pohon kelapa yang sekarang diberi nama legen. Untuk menandai perjalanan tersebut sang putri memberi nama daerah itu ”Klagen”.
Perjalanan selanjutnya memutar ke selatan karena melewati sungai dan ada yang memberi tahu bahwa jika ke utara ada gerombolan perampok yang mendiami hutan dengan pohon Beringin dengan akar gantung (Sulur) yang jumlanya ribuan (Sewu). Dalam perjalanan ke selatan menjumpai pohon besar dan beristirahat sejenak. Pohon tempat istirahat tersebut diabadikan masyarakat setempat sehingga kini yang kemudian disebut ”Punden”.
Perjalanan selanjutnya menyebrangi sungai ”Andong” dan tibalah di bawah pohon ”Kepuh”. Di tempat tersebut yang menjadi perhatian bukan hanya sepasang kekasih tetapi juga kuda yang ditugganginya. Kuda yang besar itu seakan-akan bisa berdiri dan menggaruk-garukkan kakinya ke tanah warga berkata ”Neker-neker”. Putri yang mendengar langsung memberi nama tempat itu ”Poteker”. Putri menjelaskan bahwa untuk mengabadikan tempat-tempat yang pernah dilaluinya selalu diberi nama sesuai dengan peristiwa yang dialaminya, warga yag mendengar saling mengerti maka tempat itu di beri nama ”Kerten” yang berarti mengerti.
Keduanya melanjutkan perjalanan berbalik arah ke utara dan tibalah di suatu tempat. Dalam peristirahatan keduanya saling memuji bahwa meskipun perjalanan telah jauh dari Kartasura dan banyak mengalami rintangan, tetapi keduanya tetap setia menunjukkan kemantapan (keteguhan) hati untuk bersatu selamanya. Sebelum melanjutkan perjalanan sepasang kekasih itu memberi nama tempat itu ”Teguhan”.
Para pejabat Kepala Desa Teguhan semenjak berdirinya Desa Teguhan adalah sebagai berikut :
NO |
NAMA |
MASA JABATAN |
KETERANGAN |
1 |
Marto Dimedjo |
......... - 1945 |
Lurah Pertama |
2 |
Darmo Wiyono |
1945 – 1983 |
Lurah Kedua |
3 |
Tri Mulyo Efendi |
1983 – 2093 |
Lurah Ketiga |
4 |
In’ngam |
2093 – 2091 |
Lurah Keempat |
5 |
Mujiyono |
2007 – 2013 |
Lurah Kelima |
6 |
Supriyono |
2013 - 2019 |
Lurah Keenam |
7 |
Supriyono |
2019 - Sekarang |
Lurah Ketujuh |